Korea Selatan Alami Gelombang Panas Terparah dalam Satu Dekade

Korea Selatan tengah menghadapi salah satu krisis iklim terparah dalam sejarah modernnya. Sejak awal musim panas 2025, negara ini mengalami gelombang panas yang ekstrem dan memecahkan rekor suhu dalam satu dekade terakhir. Fenomena ini bukan hanya menjadi perhatian masyarakat dan pemerintah Korea Selatan, tetapi juga komunitas internasional yang semakin mencermati dampak perubahan iklim global.

Suhu Melonjak Drastis

Badan Meteorologi Korea Selatan (Korea Meteorological Administration/KMA) melaporkan bahwa suhu di beberapa wilayah mencapai lebih dari 40°C, jauh di atas rata-rata tahunan. Kota Daegu, yang dikenal sebagai salah satu daerah terpanas di negara itu, mencatat suhu tertinggi 41,2°C pada pertengahan Mei 2025, angka tertinggi dalam sepuluh tahun terakhir.

Tidak hanya siang hari yang terasa menyengat, suhu malam pun tidak menunjukkan penurunan signifikan, sebuah fenomena yang dikenal dengan istilah tropical nights—ketika suhu malam hari tidak turun di bawah 25°C. Hal ini memperburuk dampak kesehatan, terutama bagi lansia dan anak-anak.

Korban Jiwa dan Krisis Kesehatan

Akibat suhu ekstrem ini, lebih dari 2.000 kasus gangguan kesehatan akibat panas dilaporkan di seluruh negeri. Rumah sakit di kota-kota besar seperti Seoul, Busan, dan Gwangju melaporkan peningkatan pasien yang mengalami dehidrasi, heatstroke, dan masalah pernapasan. Hingga pekan terakhir Mei, otoritas kesehatan mencatat setidaknya 27 korban jiwa akibat dampak langsung gelombang panas.

Kementerian Kesehatan Korea Selatan telah mengeluarkan peringatan darurat gelombang panas dan mendorong masyarakat untuk menghindari aktivitas luar ruangan pada siang hari. Pemerintah juga membuka pusat-pusat penyejuk (cooling centers) di tempat umum seperti balai kota, perpustakaan, dan stasiun kereta bawah tanah untuk memberikan perlindungan bagi warga yang tidak memiliki akses AC di rumah.

Dampak terhadap Ekonomi dan Pertanian

Selain berdampak pada kesehatan, gelombang panas ini juga melumpuhkan sektor ekonomi link slot gacor dan pertanian. Ladang pertanian di provinsi Gyeongsang dan Jeolla mengalami kekeringan parah. Tanaman padi dan sayuran gagal panen akibat kekurangan air dan suhu tanah yang ekstrem.

Produksi listrik pun meningkat tajam akibat penggunaan pendingin udara yang melonjak, memicu kekhawatiran akan kelebihan beban sistem kelistrikan nasional. Pemerintah memperkirakan biaya tambahan miliaran won untuk subsidi energi dan bantuan darurat pertanian selama musim panas ini.

Industri pariwisata yang biasanya mengalami peningkatan kunjungan selama musim panas kini justru menunjukkan penurunan. Banyak wisatawan membatalkan perjalanan karena kekhawatiran terhadap cuaca ekstrem.

Perubahan Iklim sebagai Penyebab Utama

Para ahli iklim menyatakan bahwa gelombang panas ekstrem ini bukan peristiwa yang terisolasi, melainkan bagian dari pola perubahan iklim yang lebih luas. Menurut laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change), wilayah Asia Timur termasuk Korea Selatan akan semakin sering mengalami cuaca ekstrem akibat pemanasan global, terutama jika emisi gas rumah kaca tidak dikendalikan.

Profesor Kim Jae-ho dari Universitas Nasional Seoul menyatakan, “Apa yang kita saksikan saat ini adalah bukti nyata bahwa perubahan iklim bukan ancaman masa depan—ia sudah terjadi di sekitar kita. Korea Selatan harus mempercepat upaya mitigasi dan adaptasi, termasuk memperkuat infrastruktur tahan panas dan memperluas ruang hijau di kota.”

Respons Pemerintah dan Tantangan ke Depan

Presiden Korea Selatan telah menyatakan situasi ini sebagai “bencana nasional iklim” dan menyerukan koordinasi lintas kementerian untuk menangani krisis ini secara menyeluruh. Pemerintah juga berjanji akan mengalokasikan dana tambahan untuk memperkuat sistem peringatan dini, memperluas ruang terbuka hijau di kota, dan mempercepat transisi ke energi terbarukan.

Namun, tantangan ke depan masih besar. Urbanisasi yang pesat dan dominasi beton di lingkungan perkotaan memperburuk efek pulau panas (urban heat island). Banyak masyarakat berpenghasilan rendah yang tinggal di bangunan tua tanpa sistem pendingin layak menjadi kelompok paling rentan terhadap panas ekstrem.

Kesadaran Publik dan Perubahan Gaya Hidup

Di sisi lain, gelombang panas ini juga mendorong peningkatan kesadaran publik terhadap isu lingkungan. Banyak komunitas lokal mulai menggalakkan kegiatan penghijauan, penggunaan transportasi ramah lingkungan, dan penghematan energi. Sekolah-sekolah juga mulai memasukkan materi perubahan iklim ke dalam kurikulum mereka.

Penutup

Gelombang panas yang melanda Korea Selatan saat ini adalah peringatan keras bahwa krisis iklim bukan lagi ancaman yang jauh. Ini adalah realitas yang menuntut tindakan segera dan kolaborasi semua pihak—pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil. Korea Selatan, sebagai salah satu negara maju di Asia, memiliki kapasitas dan tanggung jawab untuk menjadi pemimpin dalam mitigasi perubahan iklim dan pelindung lingkungan global.

By admin